perlengkapan dapur

Thursday, June 9, 2011

Obat Golongan Opiat Pada Anastesi

Obat-obat opioid yang biasanya digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin, petidin dan fentanil.

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium maupun morfin. Meskipun mempelihatkan berbagai efek farmakologik yang lain, golongan obat ini digunakan terutama untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.

Pengaruh dari berbagai obat golongan opioid sering dibandingkan dengan morfin, dan tidak semua obat golongan opioid yang dipasarkan di Indonesia. Akan tetapi dengan sediaan yang sudah ada kiranya penangganan nyeri yang membutuhkan obat opioid dapat dilakukan. Terbatasnya peredaran obat tersebut tidak terlepas pada kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan obat.

Dahulu digunakan istilah analgesik narkotik untuk analgesik kuat yang mirip morfin. Istilah ini berasal dari kata yunani yang berarti stupor. Istilah narkotik ini telah lama ditinggalkan jauh sebelum ditemukannya ligand yang mirip opioid endogen dan reseptor untuk zat ini. Dengan ditemukannya obat yang bersifat campuran agonis dan antagonis opioid yang tidak meniadakan ketergantungan fisik akibat morfin maka penggunaan istilah analgesik narkotik untuk pengertian farmakologik tidak sesuai lagi.

Penggunaan Obat-Obatan Dalam Anastesi
Dalam membius pasien, dokter anestesi memberikan obat-obatan (suntik, hirup, ataupun lewat mulut) yang bertujuan menghilangkan rasa sakit (pain killer), menidurkan, dan membuat tenang (paraytic drug). Pemberian ketiga macam obat itu disebut triangulasi.

Bermacam obat bius yang digunakan dalam anestesi saat ini seperti:
  • Thiopental (pertama kali digunakan pada tahun 1934)
  • Benzodiazepine Intravena
  • Propofol (2,6-di-isopropyl-phenol)
  • Etomidate (suatu derifat imidazole)
  • Ketamine (suatu derifat piperidine, dikenal juga sebagai 'Debu Malaikat'/'PCP' (phencyclidine)
  • Halothane (d 1951 Charles W. Suckling, 1956 James Raventos)
  • Enflurane (d 1963 u 1972), isoflurane (d 1965 u 1971), desflurane, sevoflurane
  • Opioid-opioid sintetik baru - fentanyl (d 1960 Paul Janssen), alfentanil, sufentanil (1981), remifentanil, meperidine
  • Neurosteroid

Gejala siuman (awareness)
Sering terjadi pasien ternyata dapat merasa dan sadar dari pengaruh bius akibat obat pembius yang tidak bekerja dengan efektif. Secara statistik, Dr. Peter Sebel, ahli anestesi dari Universitas Emory yang dikutip Time terbitan 3 November 1997 mengungkapkan bahwa dari 20 juta pasien yang dioperasi setiap tahunnya di Amerika Serikat, 40.000 orang mengalami gejala siuman tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, dalam pertemuan tahunan sekitar bulan Oktober 1997, Persatuan Dokter Ahli Anestesi Amerika ditawari suatu alat yang disebut Bispectral Index Monitor yang akan memberi peringatan bahwa pasien yang sedang dioperasi mengalami gejala siuman atau menjelang "bangun dari tidurnya".Penemu alat tersebut adalah Dr. Nassib Chamoun, seorang dokter ahli saraf (neurologist) asal Yordania. Dengan menggunakan prinsip kerja dari alat yang sudah ada, yaitu piranti yang disebut EEG (Electroencephalography). Alat yang ditemukan Dr. Chamoun itu mampu memonitor potensi listrik yang ditimbulkan oleh aktivitas "jaringan otak manusia".

Alat ini dapat menunjukkan derajat kondisi siuman pasien yang sedang menjalani suatu pembedahan. Angka "100" menunjukkan pasien dalam keadaan "siuman sepenuhnya". Bila jarum menunjukkan angka "60" berarti pasien dalam kondisi "siap untuk dioperasi". Angka "0" menandakan pasien mengalami "koma yang dalam".

Dengan mengamati derajat siuman dari alat ini, dokter anestesi dapat menambahkan obat pembiusan apabila diperlukan, atau memberikan dosis perawatan kepada pasien yang telah mengalami kondisi ideal untuk dilakukan operasi. Di samping itu, dokter bedah dapat dengan tenang menyelesaikan operasinya sesuai rencana yang telah ditetapkan.

Klasifikasi Kematian Yang Berhubungan dengan Anestesi
Beberapa klasifikasi pernah diumumkan, misalnya oleh Saphira dkk (1960) dan Harisson (1968).Pembagian sederhana kematian akibat anastesi :
  • Kematian dikarenakan oleh anestesi dan /atau cara pelaksanaannya.
  • Kematian dikarenakan oleh kecelakaan pembedahan selama anestesi.
  • Kematian dikarenakan oleh penyakit alami,lainnya yaitu terapi yang diberikan atau penyakit yang sering terjadi sekarang ini.
Bahaya atau resiko dari anestesi merupakan pertimbangan secara terperinci oleh beberapa orang penulis, termasuk Keating (1966).

Kematian Dikarenakan Oleh Anestesi Dan Atau Cara Pelaksanaannya harus diperhatikan bahwa kematian karena anestesi sangat luar biasa . Laporan umum berkata bahwa kejadian kematian pada waktu atau segera setelah operasi rata-rata 0,2% -0,6 % dari operasi dan kematian disebabkan oleh anestesi hanya 0,03%-0,1% dari seluruh anestesi yang diberikan. Kematian yang terjadi pada waktu operasi atau segera setelah operasi, dari laporan kejadian karena anestesi sangat bervariasi dari 5%-50% (Campbell,1960). Beberapa penulis memiliki daftar penyebab kematian dikarenakan oleh anestesi, misalnya: Edward dkk(1956), Campbell (1960), Sphira dkk (1960) dan Dinnick (1964), Love (1968). Harisson (1968). (Hasil laporan Eward dkk (1956) dan Dinnick (1964) berdasarkan rangkaian mengadakan pemeriksaan dengan perkumpulan dokter anestesi, tentu saja panjang, tapi hanya sedikit proporsi dari hal ini yang dapat diketahui dengan pemeriksaan patologi.


No comments:

Post a Comment

Teriakasih sudah memberikan komentar yang baik di blog ini.
Jangan lupa berkunjung kembali dan tinggalkan komentarnya lagi ya !!!!