Makalah
DEFISIENSI Fe
Ditujukan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Obstetri Patologis semester III
Disusun
oleh kelompok
X :
Heni Mariam
Ina Fardiyana
Rumina Manurung
Siti Ulfah Rachila
Warni Susilawati
Program Studi DIII Kebidanan
Poltekes TNI AU
Ciumbuleuit Bandung
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kepada Tuhan YME, Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami bisa
menyelesaikan makalah ini yang berjudul ”DEFISIENSI Fe”.
Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih mengandung
kekurangan, sekalipun telah di upayakan seoptimal mungkin. Oleh karena itu,
kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktip. Semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi para pembaca khususnya mahasiswa.
Bandung,
september 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................
i
DAFTAR ISI..........................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................
1
1.1 Latar Belakang...................
.................................................................. 1
1.2 Tujuan...................................................................................................
3
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................
2.1
Definisi................................................................................................
4
2.2 Patogenesis..........................................................................................
5
2.3 Gejala
Klinik........................................................................................
2.4 Pemeriksaan
Fisik................................................................................
2.5 Terapi
Awal..........................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan.........................................................................................
9
3.2
Saran..................................................................................................
9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Diperkirakan
30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini adalah ADB
da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia masih
merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan
yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita
sekitar 30 – 40%, pada anak sekolah 25 – 35% sedangkan hasil SKRT 1992
prevalensi ADB pada balita sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang merugikan
bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh
dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi
belajar di sekolah.
1.2
Tujuan
1.
Mengetahui tentang Definisi
dari Defisiensi Anemia
2.
Mengetahui tentang
Patogenesis
3.
Mengenali tentang
Gejal-gejala Klinik
4.
Mempelajari tentang
Pemeriksaan Fisik
5.
Memahami tentang Terapi Awal
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Anemia defisiensi zat besi adalah
kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat
besi
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah karena
kurangnya zat besi. Anemia ini yang paling banyak dijumpai disekitar
20%wanita,50%wanita hamil,dan 3%adalah laki-laki yang menderita anemia
defisiensi besi
Defisiensi
zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen tersebut
melampaui kecepatan asimilasinya. Penurunan cadangan zat besi jika bukan pada
anemia yang nyata, biasanya dijumpai pada bayi dan remaja dimana merupakan masa
terbanyak penggunaan zat besi untuk pertumbuhan. Neonatal yang lahir dari perempuan
dengan defisiensi besi jarang sekali anemis tetapi memang memiliki cadangan zat
besi yang rendah. Bayi ini tidak memiliki cadangan yang diperlukan untuk
pertumbuhan setelah lahir. ASI merupakan sumber zat besi yang adekuat secara marginal.Anemia yg
disebabkan kurangnya zat besi untuk sintesis hemoglobin.
Berdasarkan
data dari “the third National Health and Nutrition Examination Survey” ( NHANES III ), defisiensi besi
ditentukan oleh ukuran yang abnormal dari serum ferritin, transferring
saturation, dan/atau erythrocyte protophorphyrin. Kebutuhan zat besi yang
sangat tinggi pada laki-laki dalam masa pubertas dikarenakan peningkatan volume
darah, massa otot dan myoglobin. Pada wanita kebutuhan zat besi setelah
menstruasi sangat tinggi karena jumblah darah yang hilang, rata-rata 20mg zat
besi tiap bulan, akan tetapi pada beberapa individu ada yang mencapai 58mg.
Penggunaan obat kontrasepsi oral menurunkan jumblah darah yang hilang selama
menstruasi, sementara itu alat-alat intrauterin meningkatkan jumblah darah yang
hilang selama menstruasi. ³Tambahan beban akibat kehilangan darah karena
parasit seperti cacing tambang menjadikan defisiensi zat besi suatu masalah dengan
proporsi yang mengejutkan.
Diperkirakan
30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini adalah ADB
dan terutama mengenai bayi,anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia
masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangaan kalori protein, vitamin A
dan yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita
sekita 30-40%, pada anak sekolah 25-35% sedangkan hasil SKRT
1992 prevalensi ADB pada balita sebesar55,5%. ADB mempunyai dampak yang
merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya
tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan
prestasi belajar di sekolah.
Penurunan absorpsi zat besi, hal ini
terjadi pada banyak keadaan klinis. Setelah
gastrektomi
parsial atau total, asimilasi zat besi dari makanan terganggu, terutama akibat
peningkatan motilitas dan by pass usus
halus proximal, yang menjadi tempat utama absorpsi zat besi. Pasien dengan
diare kronik atau malabsorpsi usus halus juga dapat menderita defisiensi zat
besi, terutama jika duodenum dan jejunum proximal ikut terlibat. Kadang-kadang
anemia defisiensi zat besi merupakan pelopor dari radang usus non tropical (
celiac sprue ).
Kehilangan zat besi, dapat terjadi
secara fisiologis atau patologis;
Fisiologis:
v Menstruasi
v Kehamilan,
pada kehamilan aterm, sekitar 900mg zat besi hilang dari ibu
kepada
fetus, plasenta dan perdarahan pada waktu partus.
Patologis:
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan
hemoglobin (Hb). Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb. Walaupun pembuatan
eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit dari pada
biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik.Perdarahan
saluran makan merupakan penyebab paling sering dan selanjutnyaanemia defisiensi
besi. Prosesnya sering tiba-tiba. Selain itu dapat juga karena cacingtambang,
pasien dengan telangiektasis herediter sehingga mudah berdarah,perdarahan
traktus gastrourinarius, perdarahan paru akibat bronkiektasis atau hemosiderosis
paru idiopatik.
Anemia
defisiensi besi yang kronik dapat juga disebabkan oleh lesi pada saluran
gastrointestinal,seperti : ulkus peptikum , polip , hemangioma dan meckel
divertikulum.Pada daerah tertentu , cacing tambang adalah penyebab terpenting
anemia defisiensi besi.Haemosiderosis paru mungkin berkaitan dengan perdarahan
dalam paru yang tak terdeteksi dan defisiensi besi terjadi lagi setelah terapi
besi.
Diare kronis pada masa anak awal mungkin berkaitan
dengan kehilangan darah kronis yang tidak tampak . Beberapa bayi dengan
defisiensi besi berat di Amerika Serikat mengalami kehilangan darah kronis dari
usus yang disebabkan oleh pejanan protein labil panas dalam susu
murni.Kehilangan darah dalam tinja dapat dicegah dengan mengurangi jumlah susu
sapi murni sampai 0,568 liter per 24jam atau kurang, dengan menggunakan susu
yang telah dipanaskan atau yang telah diuapkan , atau dengan pengganti susu
sapi.
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh
rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat
perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat
berasal dari :
§ Saluran
Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis,
hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
§ Saluran
genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.
§ Saluran
kemih : hematuria
§ Saluran
napas : hemoptoe.
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan,
atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat,
rendah vitamin C, dan rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam
masa pertumbuhan dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai
di klinik hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau
peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan
paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara
tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita
paling sering karena menormetrorhagia.
Yang
beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi:
ü Wanita
menstruasi
ü Wanita
menyusui/hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi
ü Bayi,
anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat
ü Orang
yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan
daging dan telur selama
bertahun-tahun.
ü Menderita
penyakit maag.
ü Penggunaan
aspirin jangka panjang
ü Colon
cancer
ü Vegetarian
karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan
brokoli
dan bayam.
Menurut
patologis,defisiensi anemia juga dibagi atas :
1. masukan kurang :
MEP, defisiensi diet relative yang disertai pertumbuhan yang cepat.
2. Absorbsi
kurang : MEP , diare kronis , syndrome malabsorbsi lainnya.
3. Sintesis
kurang
4. Kebutuhan
yang bertambah : infeksi , pertumbuhan yang cepat.
Jika
ditinjau dari umur penderita etiologi anemia defisiensi besi dapat digolongkan
menjadi :
v Bayi
dibawah usia 1 tahun :
a.
Kekurangan deposit besi dari lahir.
b.
pemberian makanan tambahan yang terlambat
v Anak
umur 1 – 2 tahun
a. Infeksi
yang berukang-ulang.
b. Diet
yang tidak adekuat
v Anak
umur lebih dari 5 tahun:
a.
Kehilangan darah kronis
b.
Diet yang tidak adekuat.
Kekurangan Fe dapat terjadi bila :
·
makanan tidak cukup mengandung Fe
·
komposisi makanan tidak baik untuk penyerapan Fe
(banyak sayuran, kurang daging)
·
gangguan penyerapan Fe (penyakit usus, reseksi usus)
·
kebutuhan Fe meningkat (pertumbuhan yang cepat, pada
bayi dan adolesensi, kehamilan)
·
perdarahan kronik atau berulang (epistaksis,
hematemesis, ankilostomiasis).
v Stadium
dalam perkembangan defisiensi zat besi
a.
Normal
Ringan Sedang Berat
Hemoglobin
MCV
MCHC
150
g/L
N
N
130
g/L
↓
N
100
g/L
↓
↓
50
g/L
↓↓
↓↓
Cadangan
zat
besi
sum-sum
Ada
Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Fe/TIBC
serum,
μg/L
1000/3000
-750/3000 -500/4500 -250/6000
Catatan:
MCV=volume korpuskula rata-rata; MCHC=konsentrasi hemoglobin korpuskula
rata-rata;
TIBC=total
kapasitas ikat besi
v Penyebab
defisiensi besi
a. Peningkatan
penggunaan zat besi
Percepatan
pertumbuhan pascanatal
Percepatan
pertumbuhan remaja
b. Kehilangan
darah fisiologik
Menstruasi
Kehamilan
c. Kehilangan
darah patologis
Perdarahan saluran makanan
Perdarahan genitourinarius
Hemosiderosis paru
Hemolisis intravascular
d.
Penurunan pengambilan besi
Makanan kaya gandum, rendah
daging
Pica
Orang lanjut usia dan orang
miskin
Penggemar makanan tertentu
Malabsorpsi
e.
Potential Consequences of Iron
Deficiency
Decreased maximum aerobic
capacity
Decreased athletic performance
Lowered endurance
Decreased work capacity
Impaired temperature regulation
Depressed immune function
Increase rates of infection
Impaired cognitive functioningand
memory
Increased lead and cadmium
absorption
Increasedrisk of pregnancy
complications, including prematurity and fetal growth retardation
2.2 Patogenesis
Perdarahan menahun
menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat besi makin menurun. Jika
cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan zat besi
berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang sehingga
menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum
terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoiesis.Selanjutnya timbul
anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiency anemia.
2.3 Gejala Klinik
Ada banyak
gejala dari anemia, setiap individu tidak akan mengalami seluruhgejala dan
apabila anemianya sangat ringan, gejalanya mungkin tidak tampak.Beberapa
gejalanya antara lain; warna kulit yang pucat, mudah lelah, peka
terhadapcahaya, pusing, lemah, nafas pendek, lidah kotor, kuku sendok, selera
makan turun,sakit kepala (biasanya bagian frontal).Defisiensizat besi
mengganggu proliferasi dan pertumbuhan sel. Yang utamaadalah sel dari sum-sum
tulang, setelah itu sel dari saluran makan. Akibatnya banyaktanda dan gejala
anemia defisiensi besi terlokalisasi pada sistem organ ini:
o Glositis ; lidah merah, bengkak, licin, bersinar
dan lunak, muncul secara sporadis.
o Stomatitis angular ; erosi,
kerapuhan dan bengkak di susut mulut.
o Atrofi lambung dengan aklorhidria ; jarang
o Selaput pascakrikoid (Sindrom Plummer-Vinson) ; pada
defisiensi zat besi jangka panjang.
o Koilonikia (kuku berbentuk sendok) ; karena
pertumbuhan lambat dari lapisan kuku.
o Menoragia ; gejala yang biasa pada perempuan
dengan defisiensi besi.
Satu
gejala aneh yang cukup karakteristik untuk defisiensi zat besi adalah Pica,
dimana
pasien memiliki keinginan makan yang tidak dapat dikendalikan terhadap
bahan
seperti tepung (amilofagia), es (pagofagia), dan tanah liat (geofagia).
Beberapa
dari
bahan ini, misalnya tanah liat dan tepung, mengikat zat besi pada saluran
makanan,
sehingga memperburuk defisiensi. Konsekuensi yang menyedihkan adalah meningkatnya
absorpsi timbal oleh usus halus sehingga dapat timbul toksisitas timbal disebabkan
paling sedikit sebagian karena gangguan sintesis heme dalam jaringan saraf,
proses yang didukung oleh defisiensi zat besi.
Anemia
defisiensi mempunyai tanda-tanda yang jelas yang mempengaruhi kehidupan orang
yang menderita.Orang yang menderita anemia defisiensi sering merasa
lemas,berdebar-debar, lekas lelah , saakit kepala , irritable dan
sebagainya.Mereka selalu ingin tidur dan beristirahat sehingga aktifitas fisik
terganggu.Pucat merupakan tanda yang paling penting pada anemia defisiensi
besi.Pucat terutama dijumpoai pada mukosa bibir dan pharings, telapak tangan
dan dasar kuku , konjunctiva ocular berwarna kebiruan atau putih mutiara, papil
lidah tampak atrofi , jantung agak membesar dan terddengar mur-mur sistolik
yang fungsionil.
Napas
menjadi pendek dan dengan aktivitas yang sedikit saja dapat memb uat mereeka
capek , contohnya saat menaiki tangga , terlihat seperti pekerjaan yang berat
bagi orang tidak memilliki sirkulasi darah yang cukup untuk membawa oksigen
Pada abdomennya limpa teraba membesar pada 10 – 15 %
penderita. Pada kasus menahun , dapat terjadi pelebaran tulang tengkorak yang
mirip dengan yang terlihat dalam anemi hemolitik congenital,anak dengan
defisiensi besi mungkin gemuk atau kurang berat , dengan tanda lain kurang
bgizi.Defisiensi besi juga dapat mempengaruhi fungsi neurologist dan
intelektual.Sejumlah laporan menduga bahwa anemia defisiensi dan bahkan
defisiensi besi tanpa anemia yang berarti, mempengaruhi lama tahan menaruh
perhatian , kewaspadaan , dan belajar bayi maupun remaja.
Anemia
pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala
lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada
anemia jenis lain, seperti :
1.
Atrofi papil lidah : permukaan lidah
menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.
2.
Glositis : iritasi lidah
3.
Keilosis : bibir pecah-pecah
4.
Koilonikia : kuku jari tangan
pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.
2.4 Pemeriksaan Fisik
I. Anamnesis
a. Riwayat
faktor predisposisi dan etiologi :
·
Kebutuhan meningkat secara fisiologis
·
masa pertumbuhan yang cepat
·
menstruasi
·
infeksi kronis
·
Kurangnya besi yang diserap
·
asupan besi dari makanan tidak adekuat
·
malabsorpsi besi
·
Perdarahan
- Perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis ulserativa)
2. Pucat,
lemah, lesu, gejala pika
II. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik
meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi umum yang mungkin
menjadi penyebab utama yang mempengaruhi kondisi pasien atau efek anemia
terhadap kondisi umum pasien. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan
berbagai kondisi klinis manifestasi kekurangan besi dan sindroma anemic.
·
anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan
limphadenopati
·
stomatitis angularis, atrofi papil lidah
·
ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa
pembesaran jantung
III.
Pemeriksaan penunjang
·
Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC)
menurun
·
Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
·
Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat
, saturasi menurun
·
Kadar feritin menurun dan kadar Free
Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat
·
sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat,pemeriksaan
sum-sum tulang menunjukkan system ertropoetik hiperaktif sengan sel normoblast
polikromatokrit yang predominan.
·
Kadar Hb <10 gr% , MCV<79 , MCHC
<32 < mikrositik , hipokromik , poikilositosis , sel target.kurve prince
jones bergeser kekiri.
·
Leukosit dan trombosit normal
·
Serum iron ( SI ) merendah dan iron binding
capacity (IBC ) meningkat
VI. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat
dijumpai adalah :
1.
Kadar hemoglobin dan indeks
eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer
dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan
sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada
anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell
distribution width) meningkat yang menandakan adanya
anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar
hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa
menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan.
Apusan darah menunjukkan anemiahipokromik mikrositer,
anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang
sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat
anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit
rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasissering
dijumpai eosinofilia.
2.
Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo
blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast
kecil-kecil, sideroblast.
3. Kadar besi
serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat>350
mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.
4. Feritin
serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding
dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi
besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat
menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari
jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi.
Kadar feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.
5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.
6. Feses :
Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon
in loop,
pemeriksaan ginekologi.
V.
Diagnosis
Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium
yang tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi
besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut :
1.
Adanya riwayat perdarahan kronis atau
terbukti adanya sumber perdarahan.
2.
Laboratorium : Anemia hipokrom
mikrosister, Fe serum rendah, TIBC tinggi.
3.
Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang
(sideroblast-)
4.
Adanya respons yang baik terhadap
pemberian Fe.1,2
1.
Diagnosis Banding
Pada
pasien dengan anemia hipokrom mikrositik, kemungkinan diagnostik utamaadalah
anemia defisiensi besi, talasemia, anemia karena radang kronik,
keracunantimbal, dan anemia sideroblastik.
·
Diagnosis banding anemia mikrositik
hipokrom
Anemia
defisiensi besi
Turunan
talasemia β
Anemia karena
penyakit kronik
Anemia
sideroblastik
Zat besi
TIBC
Feritin serum
Protoporfirin
sel darah
HbA2
↓
↑
↓
↑
↓
N
N
N
N
↑
↓
↓
↑
↑
N
↑
N
↑
↑ atau N
Anemia hipokromik mikrositik :
·
Thalasemia (khususnya thallasemia minor) :
·
Hb A2 meningkat
·
Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun
·
Anemia karena infeksi menahun :
·
Biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang
terjadi anemia hipokromik mikrositik
·
Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun
·
Keracunan timah hitam (Pb)
·
Terdapat gejala lain keracunan P
·
Anemia sideroblastik :
·
terdapat ring sideroblastik pada
pemeriksaan sumsum tulang
2.
Diagnosis Lab
·
Penurunan cadangan zat besi
Pada
stadium ini, aspirasi sum-sum tulang dengan pewarnaan prusian blue jelas
menunjukkan
penurunan atau tidak adanya simpanan zat besi dalam makrofag.
Kondisi
ini diikuti oleh penurunan kadar
feritin serum.
·
Eritropoisis kekurangan zat besi
Kapasitas
ikat besi total (TIBC) serum pertama-tama meningkat, lalu diikuti
penurunan
mendadak zat besi serum. Akibatnya saturasi
fungsional transferin
turun secara mencolok. Kadar saturasi
transferin yang penting untuk mendukungeritropoisis adalah sekitar 15%. Dibawah
nilai ini, eritropoisis kekurangan zat besitidak dapat dihindarkan. Sel darah
merah dalam sirkulasi menjadi lebih mikrositikdan hipokromik. Hal ini diikuti
oleh peningkatan FEP (Free ErytrocyteProtoporphyrin).
·
Anemia defisiensi besi yang mencolok
(stadium akhir).
Sel darah merah menjadi sangat hipokromik dan
mikrositik
Sering hanya kerangka tipis sitoplasma yang muncul
di tepi sel darah
merah.Fragmen kecil dan poikilositosis yang aneh juga dapat terlihat.
Membraneritrosit kaku, kelangsungan hidup sel darah merah ini lebih pendek
dalamsirkulasi.
Retikulosit ↓ (N: 50.000/ml³)
Leukosit N
Trombosit N/↑
Sum-sum tulang menunjukkan hiperplasia eritrosit
sedang.
Reseptor transferin dilepaskan dari membran plasma
sel dan dapat
dideteksidalam plasma. Sumber utama transferin
adalah sel hematopoiti
di sum-sum tulang.
·
Jumlah reseptor transferin dalam plasma
meningkat pada pasien dengan
defisiensi
besi
sehingga memberikan kemungkinan tes diagnostik lain
untuk kondisi
ini.
·
Hemoglobin and Hematocrit Values
Diagnostic of Anemia
Gender/Age
(yrs) Hemoglobin < g/dL Hematocrit < %
Females
12-14.9
15-17.9
18+
11.8
12.0
12.0
35.7
35.9
35.9
Males
12-14.9
15-17.9
18+
12.5
13.3
13.5
37.3
39.7
39.9
·
Laboratory Test Value
Ferritin
<15 μg/L
Serum
transferrin receptor concentration (TfR) >8.5 mg/L
Transferrin
saturation <16%
Mean
cell volume (MCV) <82/85 fL*
Red
cell distribution width (RDW) >14%
Erythrocyte
protoporphyrin (FEP) >70 μg/dL
Kadar serum ferritin yang rendah (<15 μg/L),
disertai kadaryang rendah
darihemoglobin atau hematocrit, menguatkan diagnosa dari
anemia
defisiensi besi
Peningkatan serum transferrin receptor concentration
(TfR) (>8.5 mg/L)
merupakan indikator paling awal dan paling sensitif
dari defisiensi besi.
Akantetapi peningkatan TfR juga dapat terjadi pada
Talasemia dan anemia
hemolitik
2.5 Terapi Awal
I. Terapi
Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana
pemberian terapi, terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa :
§ Terapi
kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing tambang, pengobatan
hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka
anemia akan kambuh kembali.
§ Pemberian
preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :
1.
Besi per oral : merupakan obat pilihan
pertama karena efektif, murah, dan aman.preparat yang tersedia, yaitu:
A.
Ferrous
sulphat (sulfas
ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg.
B.
Ferrous
gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga
lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.
C.
Besi parenteral
Efek samping lebih berbahaya,serta harganya lebih mahal. Indikasi,
yaitu :
1. Intoleransi
oral berat,Kepatuhan berobat kurang;
2.
Kolitis ulserativa;
3.
Perlu
peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).
Ada juga terapi yang lainnya :
v Periksa
kadar hemoglobin setiap 2 minggu
v Kepatuhan
orang tua dalam memberikan obat
v Gejala
sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan gastro-intestinal
misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati, nyeri abdomen dan mual.
Gejala lain dapat berupa pewarnaan gigi yang bersifat sementara.
Defisiensi zat besi berespons
sangat baik terhadap pemberian obat oral seperti
garam besi (misalnya sulfas
ferosus) atau sediaan polisakarida zat besi (misalnya
polimaltosa ferosus). ²Terapi zat besi yang
dikombinasikan dengan diit yang benar
untuk meningkatkan penyerapan zat besi dan vitamin C
sangat efektif untuk
mengatasi anemia defisiensi besi karena terjadi
peningkatan jumblah hemoglobin dan
cadangan zat besi. CDC merekomendasikan penggunaan
elemen zat besi sebesar 60
mg, 1-2 kali perhari bagi remaja yang menderita
anemia. Contoh dari suplemen yang
mengandung zat besi dan kandungan elemen zat besi
dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Supplement
|
Total iron
(mg)
|
Elemental iron
(mg)
|
Ferrous
sulfate
|
324
|
66
|
Ferrous
gluconate
|
325
|
36
|
Feostat
chewable
|
100
|
33
|
Feostat liquid
|
100
|
33/5 ml
|
Slow Fe
|
160
|
50
|
Fe 50 extended
release
|
160
|
50
|
Ferro-Sequels
timed release
|
50
|
50
|
Feosol caplets
|
50
|
50
|
Zat besi paling baik diabsorpsi jika dimakan
diantara waktu makan. Sayangnya,
ketidaknyamanan abdominal, yang ditandai dengan
kembung, rasa penuh dan rasa
sakit yang kadang-kadang, biasanya muncul dengan
sediaan besi ini. Tetapi resiko
efek samping ini dapat dikurangi dengan cara menaikkan
dosis secara bertahap,
menggunakan zat besi dosis rendah, atau menggunakan
preparat yang mengandung
elemen besi yang rendah, salah satunya glukonat
ferosus. ³Kompleks polisakarida zat
besi seringkali lebih berhasil dibandingkan dengan
garam zat besi, walaupun
kenyataannya tablet tersebut mengandung 150 mg
elemen zat besi. Campuran vitamin
yang mengandung zat besi biasanya harus dihindari,
karena sediaan ini mahal dan
mengandung jumblah zat besi yang suboptimal.
Retikulositosis dimulai 3-4 hari setelah inisiasi
terapi zat besi, dengan puncaknya
sekitar 10 hari.
Pasien dapat tidak berespon dengan penggantian zat besi
sebagai akibat dari:
a. Diagnosis yang tidak benar.
b. Tidak patuh.
c. Kehilangan darah melampaui kecepatan penggantian.
d. Supresi sum-sum tulang oleh tumor, radang kronik,
dll.
e. Malabsorpsi, sangat jarang akan tetapi jika
terjadi, diperlukan penggantian zat
besi parenteral.
Kompleks dekstran-zat besi dapat digunakan melalui
suntikan im setelah tes dengan
dosis 25 mg untuk reaksi alergi.
Ø 100 mg
dekstran-zat besi, per sesi terapi. Pemberian dapat diulang
setiap minggu sampai cadangan zat besi terpenuhi.
Traktus Z
sebaiknya digunakan pada suntikan untuk mencegah
mengembunnya
gabungan tersebut kedalam dermis, yang dapat
menghasilkan
pewarnaan kulit yang tidak dapat dihilangkan.
Ø Pemberian secara
iv dapat dilakukan pada pasien yang tidak
dapat
menerima suntikan im atau
yang memerlukan koreksi defisiensi zat
besi lebih cepat. Pendekatan yang paling nyaman
adalah dengan
mengencerkan 500 mg campuran tersebut kedalam 100 ml
cairan salin
steril dan memasukkan dosis percobaan sebanyak 1 ml.
jika tidak
terjadi reaksi alergi, sisa solusi dapat diberikan
dalam 2 jam.
Pemberian iv sampai 4
g zat besi dalam satu keadaan memungkinkan
koreksi defisiensi zat besi dalam satu sesi. Sekitar
20% dari pasien
mengalami artralgia, menggigil dan demam yang
tergantung dari dosis
yang diberikan dan dapat berlangsung sampai beberapa
hari setelah
infus.
Zat besi-dekstran harus digunakan secara hemat, jika
perlu, pada semua pasien
dengan artritis reumatoid, karena gejala tersebut
secara nyata dipacu oleh penyakit
ini. Obat anti inflamasi non steroid biasanya
mengatur gejala tersebut.
Anafilaksis, komplikasi serius penggunaan zat
besi-dekstran, jarang muncul. Jika
gejala awal muncul, infus dihentikan dan perbaikan
keadaan dengan benadril dan
epinefrin dapat dimulai.
Jumlah zat besi yang diperlukan untuk penggantian
dapat dihitung dari defisit
massa sel darah merah, dengan tambahan 1000 mg untuk
mengganti cadangantubuh.
Transfusi darah jarang diperlukan kecuali untuk
pasien dengan anemia defisiensi zat
besi yang berat yang mengancam fungsi kardiovaskular
atau cerebrovaskular.
II. Tumbuh Kembang
v Penimbangan
berat badan setiap bulan
v Perubahan
tingkah laku
v Daya
konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan konsultasi ke
ahli psikologi
v Aktifitas
motorik
III.
Langkah Promotif/Preventif
Upaya penanggulangan AKB diprioritaskan pada kelompok
rawan yaitu BALITA,anak usia sekolah, ibu hamil dan menyusui, wanita usia subur
termasuk remaja putri dan pekerja wanita. Upaya pencegahan efektif untuk
menanggulangi AKB adalah dengan pola hidup sehat dan upaya-upaya pengendalian
faktor penyebab dan predisposisi terjadinya AKB yaitu berupa penyuluhan
kesehatan,memenuhi kebutuhan zat besi pada masa pertumbuhan cepat, infeksi
kronis/berulang pemberantasan penyakit cacing dan fortifikasi besi.
IV.
Penatalaksaan
a. Makan yang adekuat
b. Pemberian
preparat besi :sulfas ferosus3x10mg/kgbb / hari
c. Pemberian
vitamin c guna meningkatkan absorbsi fe
d. Menghilangkan
faktor penyebab , misalnya bila ditemukan cacing penyebab
diberikan antelmintik : pirantel pamoat
10 mg / kgbb / single dose. Transfusi
darah jika Hb < 5mg% ( PRC :10-20 cc / kgbb ).
e.
Medikamentosa
Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg
besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu
makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin
normal.Asam askorbat 100 mg/15 mg besi elemental (untuk meningkatkan absorbsi
besi).
f.
Bedah
Untuk penyebab yang memerlukan
intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel.
g.
Suportif
Makanan gizi seimbang terutama yang
mengandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa,hati, daging) dan
nabati (bayam, kacang-kacangan)
V.
Pengobatan
1. Hindari
obat-obatan/ zat toksik
2. Transfusi
PRC 10-15ml/KgBB bila perlu, hanya diberikan pada kadar HB kurang 5mg% dan
disertai dengan kadar umum yang tidak baik, misalnya: gagal jantung, bronkopneumonia.
Umumnya jarang diberikan karma perjalanan penyakitnya menahun.
3. Suspensi
trombosit : 1u/3-5kgBB untuk atasi perdarahan
4. Cegah
infeksi : Antibiotik
5. Stimulasi
BM: Testosteron 1mg/kgBB/hari, oxymetholone, ditambah prednisone 1mg/kgBB
6. Tranflantasi
sumsum tulang.
7. Antelmitik
diberikan bila ditemukan cacing penyebab defisiensi besi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anemia
defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat besi
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah karena
kurangnya zat besi. Anemia ini yang paling banyak dijumpai disekitar
20% wanita,50% wanita hamil,dan 3% adalah laki-laki yang menderita anemia
defisiensi besi . Defisiensi zat
besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen tersebut
melampaui kecepatan asimilasinya.
3.2 Saran
Kita
sebagai tenaga medis,harus mampu dalam menganalisa dan mengdiagnosa keadaan
pasien,agar mampu memilih tindakan apa yang akan dilakukan.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran Bandung, 1982. Obstetri
Patologi. Bandung: ELSTAR OFFSET.
No comments:
Post a Comment
Teriakasih sudah memberikan komentar yang baik di blog ini.
Jangan lupa berkunjung kembali dan tinggalkan komentarnya lagi ya !!!!