perlengkapan dapur

Monday, May 28, 2012

Makalah Anemia Defisiensi Besi

Makalah
DEFISIENSI Fe


Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Obstetri Patologis semester III
Disusun oleh kelompok X :





Heni Mariam
Ina Fardiyana
Rumina Manurung
Siti Ulfah Rachila
Warni Susilawati


 Program Studi DIII Kebidanan
Poltekes TNI AU Ciumbuleuit Bandung
2011








KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME, Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini yang berjudul ”DEFISIENSI Fe”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih mengandung kekurangan, sekalipun telah di upayakan seoptimal mungkin. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktip. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca khususnya mahasiswa.

                                                                                  



     Bandung,   september 2011                                                                                                           

           Penyusun







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
            1.1 Latar Belakang................... .................................................................. 1
            1.2 Tujuan................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................
            2.1  Definisi................................................................................................ 4
            2.2  Patogenesis.......................................................................................... 5
            2.3 Gejala Klinik........................................................................................
            2.4 Pemeriksaan Fisik................................................................................
            2.5 Terapi Awal..........................................................................................
BAB III PENUTUP
            3.1  Kesimpulan......................................................................................... 9
            3.2   Saran.................................................................................................. 9







BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang

Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekitar 30 – 40%, pada anak sekolah 25 – 35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi belajar di sekolah.

1.2        Tujuan

1.      Mengetahui tentang Definisi dari Defisiensi Anemia
2.      Mengetahui tentang Patogenesis
3.      Mengenali tentang Gejal-gejala Klinik
4.      Mempelajari tentang Pemeriksaan Fisik
5.      Memahami tentang Terapi Awal











BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Definisi
 Anemia defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat
besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah karena kurangnya zat besi. Anemia ini yang paling banyak dijumpai disekitar 20%wanita,50%wanita hamil,dan 3%adalah laki-laki yang menderita anemia defisiensi besi 
Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen tersebut melampaui kecepatan asimilasinya. Penurunan cadangan zat besi jika bukan pada anemia yang nyata, biasanya dijumpai pada bayi dan remaja dimana merupakan masa terbanyak penggunaan zat besi untuk pertumbuhan. Neonatal yang lahir dari perempuan dengan defisiensi besi jarang sekali anemis tetapi memang memiliki cadangan zat besi yang rendah. Bayi ini tidak memiliki cadangan yang diperlukan untuk pertumbuhan setelah lahir. ASI merupakan sumber zat besi yang adekuat secara marginal.Anemia yg disebabkan kurangnya zat besi untuk sintesis hemoglobin.
Berdasarkan data dari “the third National Health and Nutrition Examination Survey” ( NHANES III ), defisiensi besi ditentukan oleh ukuran yang abnormal dari serum ferritin, transferring saturation, dan/atau erythrocyte protophorphyrin. Kebutuhan zat besi yang sangat tinggi pada laki-laki dalam masa pubertas dikarenakan peningkatan volume darah, massa otot dan myoglobin. Pada wanita kebutuhan zat besi setelah menstruasi sangat tinggi karena jumblah darah yang hilang, rata-rata 20mg zat besi tiap bulan, akan tetapi pada beberapa individu ada yang mencapai 58mg. Penggunaan obat kontrasepsi oral menurunkan jumblah darah yang hilang selama menstruasi, sementara itu alat-alat intrauterin meningkatkan jumblah darah yang hilang selama menstruasi. ³Tambahan beban akibat kehilangan darah karena parasit seperti cacing tambang menjadikan defisiensi zat besi suatu masalah dengan proporsi yang mengejutkan.
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini adalah ADB dan terutama mengenai bayi,anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangaan kalori protein, vitamin A dan yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekita 30-40%, pada anak sekolah 25-35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita sebesar55,5%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi belajar di sekolah.
Penurunan absorpsi zat besi, hal ini terjadi pada banyak keadaan klinis. Setelah
gastrektomi parsial atau total, asimilasi zat besi dari makanan terganggu, terutama akibat peningkatan motilitas dan by pass usus halus proximal, yang menjadi tempat utama absorpsi zat besi. Pasien dengan diare kronik atau malabsorpsi usus halus juga dapat menderita defisiensi zat besi, terutama jika duodenum dan jejunum proximal ikut terlibat. Kadang-kadang anemia defisiensi zat besi merupakan pelopor dari radang usus non tropical ( celiac sprue ).


Kehilangan zat besi, dapat terjadi secara fisiologis atau patologis;
Fisiologis:
v Menstruasi
v Kehamilan, pada kehamilan aterm, sekitar 900mg zat besi hilang dari ibu
kepada fetus, plasenta dan perdarahan pada waktu partus.
Patologis:
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb). Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb. Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit dari pada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik.Perdarahan saluran makan merupakan penyebab paling sering dan selanjutnyaanemia defisiensi besi. Prosesnya sering tiba-tiba. Selain itu dapat juga karena cacingtambang, pasien dengan telangiektasis herediter sehingga mudah berdarah,perdarahan traktus gastrourinarius, perdarahan paru akibat bronkiektasis atau hemosiderosis paru idiopatik.
Anemia defisiensi besi yang kronik dapat juga disebabkan oleh lesi pada saluran gastrointestinal,seperti : ulkus peptikum , polip , hemangioma dan meckel divertikulum.Pada daerah tertentu , cacing tambang adalah penyebab terpenting anemia defisiensi besi.Haemosiderosis paru mungkin berkaitan dengan perdarahan dalam paru yang tak terdeteksi dan defisiensi besi terjadi lagi setelah terapi besi.
Diare kronis pada masa anak awal mungkin berkaitan dengan kehilangan darah kronis yang tidak tampak . Beberapa bayi dengan defisiensi besi berat di Amerika Serikat mengalami kehilangan darah kronis dari usus yang disebabkan oleh pejanan protein labil panas dalam susu murni.Kehilangan darah dalam tinja dapat dicegah dengan mengurangi jumlah susu sapi murni sampai 0,568 liter per 24jam atau kurang, dengan menggunakan susu yang telah dipanaskan atau yang telah diuapkan , atau dengan pengganti susu sapi.
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal  dari :
§  Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
§  Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.
§  Saluran kemih : hematuria
§  Saluran napas : hemoptoe.
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena menormetrorhagia.
Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi:
ü Wanita menstruasi
ü Wanita menyusui/hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi
ü Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat
ü Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan
daging dan telur selama bertahun-tahun.
ü Menderita penyakit maag.
ü Penggunaan aspirin jangka panjang
ü Colon cancer
ü Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan
brokoli dan bayam.

Menurut patologis,defisiensi anemia juga dibagi atas :
1. masukan kurang : MEP, defisiensi diet relative yang disertai pertumbuhan yang cepat.
2.   Absorbsi kurang : MEP , diare kronis , syndrome malabsorbsi lainnya.
3.   Sintesis kurang
4.   Kebutuhan yang bertambah : infeksi , pertumbuhan yang cepat.
Jika ditinjau dari umur penderita etiologi anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi :
v  Bayi dibawah usia 1 tahun :
a.  Kekurangan deposit besi dari lahir.
b.  pemberian makanan tambahan yang terlambat
v  Anak umur 1 – 2 tahun
a.   Infeksi yang berukang-ulang.
b.   Diet yang tidak adekuat
v  Anak umur lebih dari 5 tahun:
a.  Kehilangan darah kronis
b.  Diet yang tidak adekuat.

Kekurangan Fe dapat terjadi bila :
·         makanan tidak cukup mengandung Fe
·         komposisi makanan tidak baik untuk penyerapan Fe (banyak sayuran, kurang daging)
·         gangguan penyerapan Fe (penyakit usus, reseksi usus)
·         kebutuhan Fe meningkat (pertumbuhan yang cepat, pada bayi dan adolesensi, kehamilan)
·         perdarahan kronik atau berulang (epistaksis, hematemesis, ankilostomiasis).
v  Stadium dalam perkembangan defisiensi zat besi
a.        Normal Ringan Sedang Berat

Hemoglobin
MCV
MCHC
150 g/L
N
N
130 g/L
N
100 g/L
50 g/L
↓↓
↓↓
Cadangan zat
besi sum-sum
Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Fe/TIBC
serum, μg/L
1000/3000 -750/3000 -500/4500 -250/6000
Catatan: MCV=volume korpuskula rata-rata; MCHC=konsentrasi hemoglobin korpuskula rata-rata;
TIBC=total kapasitas ikat besi


v Penyebab defisiensi besi
a.      Peningkatan penggunaan zat besi
Percepatan pertumbuhan pascanatal
Percepatan pertumbuhan remaja
b.      Kehilangan darah fisiologik
Menstruasi
Kehamilan
c.       Kehilangan darah patologis
Perdarahan saluran makanan
Perdarahan genitourinarius
Hemosiderosis paru
Hemolisis intravascular
d.      Penurunan pengambilan besi
Makanan kaya gandum, rendah daging
Pica
Orang lanjut usia dan orang miskin
Penggemar makanan tertentu
Malabsorpsi
e.       Potential Consequences of Iron Deficiency
Decreased maximum aerobic capacity
Decreased athletic performance
Lowered endurance
Decreased work capacity
Impaired temperature regulation
Depressed immune function
Increase rates of infection
Impaired cognitive functioningand memory

Increased lead and cadmium absorption
Increasedrisk of pregnancy complications, including prematurity and fetal growth retardation

2.2  Patogenesis
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoiesis.Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiency anemia.

2.3  Gejala Klinik
Ada banyak gejala dari anemia, setiap individu tidak akan mengalami seluruhgejala dan apabila anemianya sangat ringan, gejalanya mungkin tidak tampak.Beberapa gejalanya antara lain; warna kulit yang pucat, mudah lelah, peka terhadapcahaya, pusing, lemah, nafas pendek, lidah kotor, kuku sendok, selera makan turun,sakit kepala (biasanya bagian frontal).Defisiensizat besi mengganggu proliferasi dan pertumbuhan sel. Yang utamaadalah sel dari sum-sum tulang, setelah itu sel dari saluran makan. Akibatnya banyaktanda dan gejala anemia defisiensi besi terlokalisasi pada sistem organ ini:
o Glositis ; lidah merah, bengkak, licin, bersinar dan lunak, muncul secara sporadis.
o Stomatitis angular ; erosi, kerapuhan dan bengkak di susut mulut.
o Atrofi lambung dengan aklorhidria ; jarang
o Selaput pascakrikoid (Sindrom Plummer-Vinson) ; pada defisiensi zat besi jangka panjang.
o Koilonikia (kuku berbentuk sendok) ; karena pertumbuhan lambat dari lapisan kuku.
o Menoragia ; gejala yang biasa pada perempuan dengan defisiensi besi.

Satu gejala aneh yang cukup karakteristik untuk defisiensi zat besi adalah Pica,
dimana pasien memiliki keinginan makan yang tidak dapat dikendalikan terhadap
bahan seperti tepung (amilofagia), es (pagofagia), dan tanah liat (geofagia). Beberapa
dari bahan ini, misalnya tanah liat dan tepung, mengikat zat besi pada saluran
makanan, sehingga memperburuk defisiensi. Konsekuensi yang menyedihkan adalah meningkatnya absorpsi timbal oleh usus halus sehingga dapat timbul toksisitas timbal disebabkan paling sedikit sebagian karena gangguan sintesis heme dalam jaringan saraf, proses yang didukung oleh defisiensi zat besi.
Anemia defisiensi mempunyai tanda-tanda yang jelas yang mempengaruhi kehidupan orang yang menderita.Orang yang menderita anemia defisiensi sering merasa lemas,berdebar-debar, lekas lelah , saakit kepala , irritable dan sebagainya.Mereka selalu ingin tidur dan beristirahat sehingga aktifitas fisik terganggu.Pucat merupakan tanda yang paling penting pada anemia defisiensi besi.Pucat terutama dijumpoai pada mukosa bibir dan pharings, telapak tangan dan dasar kuku , konjunctiva ocular berwarna kebiruan atau putih mutiara, papil lidah tampak atrofi , jantung agak membesar dan terddengar mur-mur sistolik yang fungsionil.
Napas menjadi pendek dan dengan aktivitas yang sedikit saja dapat memb uat mereeka capek , contohnya saat menaiki tangga , terlihat seperti pekerjaan yang berat bagi orang tidak memilliki sirkulasi darah yang cukup untuk membawa oksigen
Pada abdomennya limpa teraba membesar pada 10 – 15 % penderita. Pada kasus menahun , dapat terjadi pelebaran tulang tengkorak yang mirip dengan yang terlihat dalam anemi hemolitik congenital,anak dengan defisiensi besi mungkin gemuk atau kurang berat , dengan tanda lain kurang bgizi.Defisiensi besi juga dapat mempengaruhi fungsi neurologist dan intelektual.Sejumlah laporan menduga bahwa anemia defisiensi dan bahkan defisiensi besi tanpa anemia yang berarti, mempengaruhi lama tahan menaruh perhatian , kewaspadaan ,   dan belajar bayi maupun remaja.
Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :
1.      Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.
2.      Glositis : iritasi lidah
3.      Keilosis : bibir pecah-pecah
4.      Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.

2.4  Pemeriksaan Fisik
I. Anamnesis
a. Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
·       Kebutuhan meningkat secara fisiologis
·       masa pertumbuhan yang cepat
·       menstruasi
·       infeksi kronis
·       Kurangnya besi yang diserap
·       asupan besi dari makanan tidak adekuat
·       malabsorpsi besi
·       Perdarahan
    • Perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis ulserativa)
2. Pucat, lemah, lesu, gejala pika
II. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital untuk melihat kondisi umum yang mungkin menjadi penyebab utama yang mempengaruhi kondisi pasien atau efek anemia terhadap kondisi umum pasien. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan berbagai kondisi klinis manifestasi kekurangan besi dan sindroma anemic.
·       anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati
·       stomatitis angularis, atrofi papil lidah
·       ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung 
III. Pemeriksaan penunjang
·         Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun
·         Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
·         Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun
·         Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat
·         sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat,pemeriksaan sum-sum tulang menunjukkan system ertropoetik hiperaktif sengan sel normoblast polikromatokrit  yang predominan.
·         Kadar Hb <10 gr% , MCV<79 , MCHC <32 < mikrositik , hipokromik , poikilositosis , sel target.kurve prince jones bergeser kekiri.
·         Leukosit dan trombosit normal
·         Serum iron ( SI ) merendah dan iron binding capacity (IBC ) meningkat
VI. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah :
1.      Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer
dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemiahipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasissering dijumpai eosinofilia.
2.      Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo
blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.
3. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat>350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.
4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.
5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.
6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop,
pemeriksaan ginekologi.

V.  Diagnosis
Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut :
1.      Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber perdarahan.
2.      Laboratorium : Anemia hipokrom mikrosister, Fe serum rendah, TIBC tinggi.
3.      Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang (sideroblast-)
4.      Adanya respons yang baik terhadap pemberian Fe.1,2

1.          Diagnosis Banding
Pada pasien dengan anemia hipokrom mikrositik, kemungkinan diagnostik utamaadalah anemia defisiensi besi, talasemia, anemia karena radang kronik, keracunantimbal, dan anemia sideroblastik.
·         Diagnosis banding anemia mikrositik hipokrom

Anemia
defisiensi besi
Turunan
talasemia β
Anemia karena
penyakit kronik
Anemia
sideroblastik
Zat besi
TIBC
Feritin serum
Protoporfirin
sel darah
HbA2
N
N
N
N
N
N
↑ atau N


Anemia hipokromik mikrositik :
·         Thalasemia (khususnya thallasemia minor) :
·         Hb A2 meningkat
·         Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun
·         Anemia karena infeksi menahun :
·         Biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik mikrositik
·         Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun
·         Keracunan timah hitam (Pb)
·         Terdapat gejala lain keracunan P
·         Anemia sideroblastik :
·         terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang

2.        Diagnosis Lab
·      Penurunan cadangan zat besi
Pada stadium ini, aspirasi sum-sum tulang dengan pewarnaan prusian blue jelas
menunjukkan penurunan atau tidak adanya simpanan zat besi dalam makrofag.
Kondisi ini diikuti oleh penurunan kadar feritin serum.
·      Eritropoisis kekurangan zat besi
Kapasitas ikat besi total (TIBC) serum pertama-tama meningkat, lalu diikuti
penurunan mendadak zat besi serum. Akibatnya saturasi fungsional transferin
turun secara mencolok. Kadar saturasi transferin yang penting untuk mendukungeritropoisis adalah sekitar 15%. Dibawah nilai ini, eritropoisis kekurangan zat besitidak dapat dihindarkan. Sel darah merah dalam sirkulasi menjadi lebih mikrositikdan hipokromik. Hal ini diikuti oleh peningkatan FEP (Free ErytrocyteProtoporphyrin).
·      Anemia defisiensi besi yang mencolok (stadium akhir).
Sel darah merah menjadi sangat hipokromik dan mikrositik
Sering hanya kerangka tipis sitoplasma yang muncul di tepi sel darah
      merah.Fragmen kecil dan poikilositosis yang aneh juga dapat terlihat. Membraneritrosit kaku, kelangsungan hidup sel darah merah ini lebih pendek dalamsirkulasi.
Retikulosit ↓ (N: 50.000/ml³)
Leukosit N
Trombosit N/↑
Sum-sum tulang menunjukkan hiperplasia eritrosit sedang.
Reseptor transferin dilepaskan dari membran plasma sel dan dapat
dideteksidalam plasma. Sumber utama transferin adalah sel hematopoiti
di sum-sum tulang.
·      Jumlah reseptor transferin dalam plasma meningkat pada pasien dengan
defisiensi besi
sehingga memberikan kemungkinan tes diagnostik lain untuk kondisi
ini.

·      Hemoglobin and Hematocrit Values Diagnostic of Anemia
Gender/Age (yrs) Hemoglobin < g/dL Hematocrit < %
Females
12-14.9
15-17.9
18+
11.8
12.0
12.0
35.7
35.9
35.9

Males
12-14.9
15-17.9
18+
12.5
13.3
13.5
37.3
39.7
39.9
·      Laboratory Test Value
Ferritin <15 μg/L
Serum transferrin receptor concentration (TfR) >8.5 mg/L
Transferrin saturation <16%
Mean cell volume (MCV) <82/85 fL*
Red cell distribution width (RDW) >14%
Erythrocyte protoporphyrin (FEP) >70 μg/dL
Kadar serum ferritin yang rendah (<15 μg/L), disertai kadaryang rendah
darihemoglobin atau hematocrit, menguatkan diagnosa dari anemia
defisiensi besi
Peningkatan serum transferrin receptor concentration (TfR) (>8.5 mg/L)
merupakan indikator paling awal dan paling sensitif dari defisiensi besi.
Akantetapi peningkatan TfR juga dapat terjadi pada Talasemia dan anemia
hemolitik

2.5  Terapi Awal 
I. Terapi
Setelah diagnosis ditegakan  maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa :
§  Terapi kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
§  Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :
1.      Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman.preparat yang tersedia, yaitu:
A.    Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg.
B.     Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.
C.     Besi parenteral
Efek samping lebih berbahaya,serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :
1.       Intoleransi oral berat,Kepatuhan berobat kurang;
2.       Kolitis ulserativa;
3.        Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).
Ada juga terapi yang lainnya :
v  Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu
v  Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat
v  Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan gastro-intestinal misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati, nyeri abdomen dan mual. Gejala lain dapat berupa pewarnaan gigi yang bersifat sementara.
Defisiensi zat besi berespons sangat baik terhadap pemberian obat oral seperti
garam besi (misalnya sulfas ferosus) atau sediaan polisakarida zat besi (misalnya
polimaltosa ferosus). ²Terapi zat besi yang dikombinasikan dengan diit yang benar
untuk meningkatkan penyerapan zat besi dan vitamin C sangat efektif untuk
mengatasi anemia defisiensi besi karena terjadi peningkatan jumblah hemoglobin dan
cadangan zat besi. CDC merekomendasikan penggunaan elemen zat besi sebesar 60
mg, 1-2 kali perhari bagi remaja yang menderita anemia. Contoh dari suplemen yang
mengandung zat besi dan kandungan elemen zat besi dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.

Supplement
Total iron (mg)
Elemental iron (mg)
Ferrous sulfate
324
66
Ferrous gluconate
325
36
Feostat chewable
100
33
Feostat liquid
100
33/5 ml
Slow Fe
160
50
Fe 50 extended release
160
50
Ferro-Sequels timed release
50
50
Feosol caplets
50
50


Zat besi paling baik diabsorpsi jika dimakan diantara waktu makan. Sayangnya,
ketidaknyamanan abdominal, yang ditandai dengan kembung, rasa penuh dan rasa
sakit yang kadang-kadang, biasanya muncul dengan sediaan besi ini. Tetapi resiko
efek samping ini dapat dikurangi dengan cara menaikkan dosis secara bertahap,
menggunakan zat besi dosis rendah, atau menggunakan preparat yang mengandung
elemen besi yang rendah, salah satunya glukonat ferosus. ³Kompleks polisakarida zat
besi seringkali lebih berhasil dibandingkan dengan garam zat besi, walaupun
kenyataannya tablet tersebut mengandung 150 mg elemen zat besi. Campuran vitamin
yang mengandung zat besi biasanya harus dihindari, karena sediaan ini mahal dan
mengandung jumblah zat besi yang suboptimal.
Retikulositosis dimulai 3-4 hari setelah inisiasi terapi zat besi, dengan puncaknya
sekitar 10 hari.
Pasien dapat tidak berespon dengan penggantian zat besi sebagai akibat dari:
a. Diagnosis yang tidak benar.
b. Tidak patuh.
c. Kehilangan darah melampaui kecepatan penggantian.
d. Supresi sum-sum tulang oleh tumor, radang kronik, dll.
e. Malabsorpsi, sangat jarang akan tetapi jika terjadi, diperlukan penggantian zat
besi parenteral.

Kompleks dekstran-zat besi dapat digunakan melalui suntikan im setelah tes dengan
dosis 25 mg untuk reaksi alergi.
Ø 100 mg dekstran-zat besi, per sesi terapi. Pemberian dapat diulang
setiap minggu sampai cadangan zat besi terpenuhi. Traktus Z
sebaiknya digunakan pada suntikan untuk mencegah mengembunnya
gabungan tersebut kedalam dermis, yang dapat menghasilkan
pewarnaan kulit yang tidak dapat dihilangkan.
Ø Pemberian secara iv dapat dilakukan pada pasien yang tidak dapat
menerima suntikan im atau yang memerlukan koreksi defisiensi zat
besi lebih cepat. Pendekatan yang paling nyaman adalah dengan
mengencerkan 500 mg campuran tersebut kedalam 100 ml cairan salin
steril dan memasukkan dosis percobaan sebanyak 1 ml. jika tidak
terjadi reaksi alergi, sisa solusi dapat diberikan dalam 2 jam.
Pemberian iv sampai 4 g zat besi dalam satu keadaan memungkinkan
koreksi defisiensi zat besi dalam satu sesi. Sekitar 20% dari pasien
mengalami artralgia, menggigil dan demam yang tergantung dari dosis
yang diberikan dan dapat berlangsung sampai beberapa hari setelah
infus.
Zat besi-dekstran harus digunakan secara hemat, jika perlu, pada semua pasien
dengan artritis reumatoid, karena gejala tersebut secara nyata dipacu oleh penyakit
ini. Obat anti inflamasi non steroid biasanya mengatur gejala tersebut.
Anafilaksis, komplikasi serius penggunaan zat besi-dekstran, jarang muncul. Jika
gejala awal muncul, infus dihentikan dan perbaikan keadaan dengan benadril dan
epinefrin dapat dimulai.
Jumlah zat besi yang diperlukan untuk penggantian dapat dihitung dari defisit
massa sel darah merah, dengan tambahan 1000 mg untuk mengganti cadangantubuh.
Transfusi darah jarang diperlukan kecuali untuk pasien dengan anemia defisiensi zat
besi yang berat yang mengancam fungsi kardiovaskular atau cerebrovaskular.

II. Tumbuh Kembang
v  Penimbangan berat badan setiap bulan
v  Perubahan tingkah laku
v  Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan konsultasi ke ahli psikologi
v  Aktifitas motorik

III.    Langkah Promotif/Preventif
Upaya penanggulangan AKB diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu BALITA,anak usia sekolah, ibu hamil dan menyusui, wanita usia subur termasuk remaja putri dan pekerja wanita. Upaya pencegahan efektif untuk menanggulangi AKB adalah dengan pola hidup sehat dan upaya-upaya pengendalian faktor penyebab dan predisposisi terjadinya AKB yaitu berupa penyuluhan kesehatan,memenuhi kebutuhan zat besi pada masa pertumbuhan cepat, infeksi kronis/berulang pemberantasan penyakit cacing dan fortifikasi besi.
IV.    Penatalaksaan
a.   Makan yang adekuat
b.   Pemberian preparat besi :sulfas ferosus3x10mg/kgbb / hari
c.   Pemberian vitamin c guna meningkatkan absorbsi fe
d.   Menghilangkan faktor penyebab , misalnya bila ditemukan cacing penyebab
diberikan antelmintik : pirantel pamoat 10 mg / kgbb / single dose. Transfusi darah jika Hb < 5mg% ( PRC :10-20 cc / kgbb ).
e.         Medikamentosa
Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.Asam askorbat 100 mg/15 mg besi elemental (untuk meningkatkan absorbsi besi).
f.          Bedah
Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel.
g.         Suportif
Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa,hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan)

V.        Pengobatan
1.     Hindari obat-obatan/ zat toksik
2.     Transfusi PRC 10-15ml/KgBB bila perlu, hanya diberikan pada kadar HB kurang 5mg% dan disertai dengan kadar umum yang tidak baik, misalnya: gagal jantung, bronkopneumonia. Umumnya jarang diberikan karma perjalanan penyakitnya menahun.
3.     Suspensi trombosit : 1u/3-5kgBB untuk atasi perdarahan
4.     Cegah infeksi : Antibiotik
5.     Stimulasi BM: Testosteron 1mg/kgBB/hari, oxymetholone, ditambah prednisone 1mg/kgBB
6.     Tranflantasi sumsum tulang.
7.     Antelmitik diberikan bila ditemukan cacing penyebab defisiensi besi.









BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Anemia defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah karena kurangnya zat besi. Anemia ini yang paling banyak dijumpai disekitar 20% wanita,50% wanita hamil,dan 3% adalah laki-laki yang menderita anemia defisiensi besi . Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen tersebut melampaui kecepatan asimilasinya.
3.2  Saran
            Kita sebagai tenaga medis,harus mampu dalam menganalisa dan mengdiagnosa keadaan pasien,agar mampu memilih tindakan apa yang akan dilakukan.

















DAFTAR PUSTAKA



1.      Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung, 1982. Obstetri Patologi. Bandung: ELSTAR OFFSET.

No comments:

Post a Comment

Teriakasih sudah memberikan komentar yang baik di blog ini.
Jangan lupa berkunjung kembali dan tinggalkan komentarnya lagi ya !!!!